Selasa, 05 Juli 2011

HUKUM REBONDING DALAM ISLAM


Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Di tangan-Nya lah hidayah dan petunjuk. Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad SAW, keluarga, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman.

Beberapa waktu yang lalu kita disuguhkan dengan berita dari media mengenai permasalahan rebonding. Namun, bagaimana hukum rebonding sebenarnya? Semoga penjelasan berikut bermanfaat bagi kita semua.

APAKAH REBONDING ITU?
Perawatan rambut lewat cara rebonding dalam beberapa tahun belakangan kian menjadi tren.
Rebonding adalah meluruskan rambut agar rambut jatuh lebih lurus dan lebih indah. Prosesnya dua tahap.

Pertama:
Rambut diberi krim tahap pertama untuk membuka ikatan protein rambut. Kemudian rambut dicatok, yaitu diberi perlakuan seperti disetrika dengan alat pelurus rambut bersuhu tinggi.

Kedua:
Rambut diberi krim tahap kedua untuk mempertahankan pelurusan rambut.

Proses rebonding melibatkan proses kimiawi yang mengubah struktur protein dalam rambut. Protein pembentuk rambut manusia disebut keratin, yang terdiri dari unsur sistin (cystine) yaitu senyawa asam amino yang memiliki unsur sulfida. Jembatan disulfida -S-S- dari sistin inilah yang paling bertanggung jawab atas berbagai bentuk dari rambut kita. Rambut berbentuk lurus atau keriting dikarenakan keratin mengandung jembatan disulfida yang membuat molekul mempertahankan bentuk-bentuk tertentu. Pada proses rebonding, pemberian krim tertentu bertujuan untuk membuka/memutus jembatan disulfida itu, sehingga bentuk rambut yang keriting menjadi lemas/lurus.

Proses rebonding menghasilkan perubahan permanen pada rambut yang terkena aplikasi. Namun rambut baru yang tumbuh dari akar rambut akan tetap mempunyai bentuk rambut yang asli. Jadi, rebonding bukan pelurusan rambut biasa yang hanya menggunakan perlakuan fisik, tapi juga menggunakan perlakuan kimiawi yang mengubah struktur protein dalam rambut secara permanen. Inilah fakta (manath) rebonding.

DIBOLEHKAN
Adapun meluruskan atau mengeriting rambut tanpa perlakuan kimiawi yang mengubah struktur protein rambut secara permanen, yakni hanya menggunakan perlakuan fisik, seperti menggunakan rol plastik dan yang semisalnya, hukumnya boleh. Sebab tidak termasuk mengubah ciptaan Allah, tapi termasuk tazayyun (berhias) yang dibolehkan bahkan dianjurkan syara’, dengan syarat tidak boleh ditampakkan kepada yang bukan mahram.

Berhias atau tazayyun dianjurkan bagi istri untuk menyenangkan pandangan suaminya. Namun memang perlu difahami agar berhias ini tidak termasuk pada bentuk-bentuk keharaman sebagaimana yang disebutkan dalam nash-nash syar’i.

HARAM
Rebonding hukumnya haram, karena termasuk dalam proses mengubah ciptaan Allah (taghyir khalqillah) yang telah diharamkan oleh nash-nash syara’. Dalil keharamannya adalah keumuman firman Allah:
  • “Dan aku (syaithan) akan menyuruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu mereka benar-benar mengubahnya”. (QS. An-Nisaa`: 119).
Ayat ini menunjukkan haramnya mengubah ciptaan Allah, karena syaitan tidak menyuruh manusia kecuali kepada perbuatan dosa.

Mengubah ciptaan Allah (taghyir khalqillah) didefinisikan sebagai proses mengubah sifat sesuatu sehingga seakan-akan ia menjadi sesuatu yang lain (tahawwul al-syai` ‘an shifatihi hatta yakuna ka`annahu syaiun akhar), atau dapat berarti menghilangkan sesuatu itu sendiri (al-izalah). (Hani bin Abdullah Al-Jubair, Al-Dhawabit Asy-Syar’iyah li Al-‘Amaliyat At-Tajmiliyyah, hlm.9).

Dari definisi tersebut, berarti rebonding termasuk dalam mengubah ciptaan Allah (taghyir khalqillah), karena rebonding telah mengubah struktur protein dalam rambut secara permanen sehingga mengubah sifat atau bentuk rambut asli menjadi sifat atau bentuk rambut yang lain. Dengan demikian, rebonding hukumnya haram.

Selain dalil di atas, keharaman rebonding juga didasarkan pada dalil Qiyas. Dalam hadits Nabi SAW, diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud ra, dia berkata:
  • “Allah melaknat wanita yang mentato dan yang minta ditato, yang mencabut bulu alis dan yang minta dicabutkan bulu alisnya, serta wanita yang merenggangkan giginya untuk kecantikan, mereka telah mengubah ciptaan Allah.” (HR. Bukhari).
Hadits ini telah mengharamkan beberapa perbuatan yang disebut di dalam nash, yaitu mentato, minta ditato, mencabut atau minta dicabutkan bulu alis, dan merenggangkan gigi. Keharaman perbuatan-perbuatan itu sesungguhnya didasarkan pada suatu illat (alasan penetapan hukum), yaitu mencari kecantikan dengan mengubah ciptaan Allah (thalabul husni bi taghyir khalqillah) (Walid bin Rasyid Sa’idan, Al-Ifadah Al-Syar’iyyah fi Ba’dh Al-Masa`il Ath-Thibbiyyah, hlm. 62). Dengan demikian, rebonding hukumnya juga haram, karena dapat diqiyaskan dengan perbuatan-perbuatan haram tersebut, karena ada kesamaan illat, yaitu mencari kecantikan dengan mengubah ciptaan Allah.

Sebagian ulama telah menyimpulkan adanya illat dalam hadits tersebut, sehingga mereka mengambil kesimpulan umum dengan jalan Qiyas, yaitu mengharamkan segala perbuatan yang memenuhi dua unsur illat hukum, yaitu mengubah ciptaan Allah dan mencari kecantikan. Abu Ja’far Ath-Thabari berkata:
  • ”Dalam hadits ini terdapat dalil bahwa wanita tidak boleh mengubah sesuatu dari apa saja yang Allah telah menciptakannya atas sifat pada sesuatu itu dengan menambah atau mengurangi, untuk mencari kecantikan, baik untuk suami maupun untuk selain suami.”  (Imam Syaukani, Nailul Authar, 10/156; Ibnu Hajar, Fathul Bari, 17/41; Tuhfatul Ahwadzi, 7/91).
MERUJUK  FATWA ULAMA
Ulama besar Kerajaan Saudi Arabia, Syeikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah ditanya:
Beberapa pelajar yang berambut halus (lurus) menjadikan rambutnya keriting dengan cara yang sudah dikenal di tengah-tengah mereka. Apa hukum perbuatan semacam ini padahal diketahui bahwa hal ini sering dilakukan oleh orang barat?

Jawab:
Para ulama mengatakan bahwa perbuatan mengeriting rambut itu tidak mengapa, artinya asalnya boleh saja. Asalkan mengeriting rambut tersebut tidak menyerupai model wanita fajir dan kafir, maka tidaklah mengapa. [Sumber: Fatawa Al-Jaami’ah lil Mar’ah Al-Muslimah (3/889)

Syeikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafizhuhullah (salah satu anggota Komisi Fatwa di Saudi Arabia, Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts Al-‘Ilmiyyah wal Ifta’) juga pernah ditanya mengenai hukum taj’id ar ra’si. Yang dimaksud di sini adalah mengeriting rambut atau membuatnya lebih keriting. Keriting tersebut bertahan beberapa waktu.

Terkadang wanita yang ingin mengeriting rambutnya ini pergi ke salon-salon dan menggunakan bahan atau alat tertentu sehingga membuat rambut tersebut keriting sampai enam bulan.

Jawab:
Diperbolehkan bagi wanita untuk mengeriting rambutnya asalkan tidak mengikuti model orang kafir. Syarat lainnya, ia tidak boleh menampakkan rambutnya tadi kepada para pria selain mahrAmnya. Ia boleh mengkriting rambutnya dengan bantuan wanita lain yang dapat dipercaya. Keriting rambut tersebut boleh bertahan sebentar atau dalam waktu yang lama. Ia boleh menggunakan bahan yang mubah (dibolehkan) atau selainnya untuk mengkriting rambut tersebut. Namun catatan yang perlu diperhatikan, hendaklah wanita tersebut tidak pergi ke salon untuk melakukan hal ini. Karena jika ia mesti keluar rumah, itu akan menimbulkan fitnah (godaan bagi para pria) atau ia akan terjerumus dalam hal yang dilarang. Pekerja salon boleh jadi adalah wanita yang tidak paham agama (sehingga tidak dapat dipercaya dan dapat membuka aibnya, pen), atau bahkan lebih parah lagi jika pekerjanya adalah seorang pria, jelas-jelas ia haram untuk menampakkan rambutnya pada mereka.

REBONDING HARAM BAGI WANITA YANG TIDAK BERJILBAB
Dari penjelasan kedua ulama besar di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa mengeriting rambut asalnya dibolehkan. Ini berlaku pula untuk rebonding (membuat rambut keriting menjadi lurus/halus). Namun ada catatan yang mesti diperhatikan:

Pertama:
Keriting dan rebonding tersebut tidak boleh mengikuti model wanita kafir atau wanita fajir (yang gemar maksiat).

Kedua:
Yang boleh mengeriting rambut atau merebonding adalah wanita yang dapat dipercaya sehingga tidak akan membuka aib-aibnya. Lebih-lebih tidak boleh lagi jika yang mengkriting rambutnya adalah seorang pria yang ia haram menampakkan rambut pada mereka.

Ketiga:
Rambut yang dikeriting atau direbonding tidak boleh ditampakkan kecuali pada suami atau mahramnya saja.

Sehingga dari sini, wanita yang tidak berjilbab tidak boleh merebonding rambut atau mengeriting rambutnya karena tujuan ia yang haram yaitu ingin pamer rambut yang merupakan aurat yang wajib ditutupi. Asalnya, memang mengeriting atau merebonding itu dibolehkan namun karena tujuannya untuk pamer aurat yaitu rambutnya, maka ini menjadi haram.

Ada sebuah kaedah yang sering disampaikan para ulama: al-wasa-il ilaa haraamin haraamun (perantara menuju perbuatan haram, maka perantara tersebut juga haram).  Pamer aurat adalah haram. Rebonding bisa dijadikan jalan untuk pamer aurat. Sehingga berdasarkan kaedah ini rebonding pada wanita yang pamer aurat (enggan berjilbab) menjadi haram.

BAHAYA PAMER RAMBUT YANG MERUPAKAN AURAT
Rasulullah SAW bersabda:

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا

  • “Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.”
Di antara tafsiran “wanita yang berpakaian tetapi telanjang” adalah wanita tersebut membuka aurat yang wajib ditutupi seperti membuka rambut kepala. Padahal aurat wanita yang wajib ditutupi adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan. Berarti rambut kepala termasuk aurat yang wajib ditutup.

Allah Ta’ala berfirman:

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا

  • “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.”  (QS. An-Nuur: 31).
 Berdasarkan tafsiran Ibnu ‘Abbas, Ibnu ‘Umar, Atha’ bin Abi Rabbah, ‘Ikrimah, Makhul Ad-Dimasqiy, dan Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah rahimahumullah bahwa yang boleh ditampakkan adalah wajah dan kedua telapak tangan.

Lihatlah ancaman untuk wanita yang sengaja buka-buka aurat: Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.

Rambut kepala juga merupakan perhiasan wanita yang wajib ditutupi. Allah Ta’ala berfirman:

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى
  • “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu bertabarruj seperti orang-orang jahiliyyah pertama.”  (QS. Al-Ahzab: 33). 
 Abu ‘Ubaidah mengatakan:

“Tabarruj adalah menampakkan kecantikan dirinya.”

Az-Zujaj mengatakan:

“Tabarruj adalah menampakkan perhiasaan dan setiap hal yang dapat mendorong syahwat (godaan) bagi kaum pria.”

Dari sini, sungguh sangat aneh jika ada yang menghalalkan rebonding untuk wanita yang ingin pamer aurat?!

Semoga para wanita muslimah selalu diberi taufik oleh Allah untuk memiliki sifat malu. Sifat inilah yang akan mengantarkan mereka pada kebaikan. Rasulullah SAW bersabda:

الْحَيَاءُ لاَ يَأْتِى إِلاَّ بِخَيْرٍ

“Rasa malu tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan.”

Semoga Allah memberi taufik untuk memperhatikan dan mengamalkan aturan yang telah Allah gariskan. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

MUI: HUKUM REBONDING TERGANTUNG KONTEKSNYA 
Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMP3) se-Jawa Timur mengharamkan rebonding atau pelurusan rambut bagi perempuan Islam yang belum bersuami. Namun, Majelis Ulama Indonesia (MUI), tidak sependapat dengan hal ini.

Menurut MUI, hukum rebonding sangat tergantung dari konteksnya. Asal hukumnya, rebonding mubah dan dibolehkan sesuai syariat Islam. Namun, jika tujuan dan dampaknya negatif maka hukumnya bisa menjadi haram. Sebaliknya, jika tujuan atau dampaknya positif maka rebonding bisa saja dianjurkan.

Rebonding sebagai sebuah cara untuk berhias diri, hukum asalnya dibolehkan sepanjang tidak menyebabkan bahaya, baik secara fisik, psikis, maupun sosial. Syarat lainnya, obat yang digunakan harus halal,” Demikian Komisi Fatwa MUI.
Dalam perspektif hukum Islam, menjaga kebersihan dan keindahan adalah sangat dianjurkan. Jika rebonding ditempatkan dalam konteks merawat tubuh dan menjaga keindahan, maka justru ini dianjurkan.

Kontroversi hukum haram rebonding yang dihasilkan oleh Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri se-Jatim di Lirboyo Kediri itu, harus dipahami lengkap dengan konteksnya agar tidak menyesatkan masyarakat.
Penetapan haramnya rebonding bagi perempuan yang belum beristri, dimungkinkan jika rebonding sebagai sarana terjadinya kemaksiatan. Tapi, hukum asalnya tetap boleh.

Jika tujuannya baik, misalnya agar rambut mudah dirawat dan dibersihkan, atau lebih mudah dalam pemakaian jilbab, rebonding justru dianjurkan. Bahkan bisa jadi wajib.
Isu soal rebonding ini, juga akan menjadi peluang bagi pelaku usaha perawatan rambut untuk menyediakan jasa khusus bagi wanita.

 "Pasarnya cukup banyak, di sini justru ditangkap sebagai peluang. Bukan dieksploitasi untuk kepentingan lain.”

Pemahaman hukum tentang rebonding ini secara utuh, dinilai sangat penting untuk memberikan kepastian di tengah masyarakat sehingga tidak menyebabkan keresahan. "Jangan sampai ini disalahpahami atau diinformasikan secara salah, sehingga membuat masyarakat resah.”


Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar